Definisi Hypnotic Writing:
“Hypnotic
Writing adalah penggunaan kata-kata yang secara sengaja ditujukan untuk
mengarahkan orang ke suatu keadaan mental yang terfokus, di mana mereka
terdorong atau terbujuk untuk membeli produk atau jasa yang Anda
tawarkan.”
Hypnotic
writing adalah sejenis “hipnotis dalam keadaan terbangun.” Pembaca
tidak kehilangan perhatian, tetapi justru terfokus perhatiannya pada
tulisan yang kita buat.
Singkatnya,
esensi hypnotic writing bukanlah tentang manipulasi, tetapi tentang
komunikasi. Yakni, bagaimana Anda dapat berkomunikasi secara lebih baik
dengan para pelanggan, sehingga Anda dapat lebih baik pula dalam
membujuk mereka untuk membeli produk dan jasa Anda.
Lantas, bagaimana strateginya untuk mempraktikkan hypnotic writing tersebut?
Lima langkah ke arah Hypnotic Writing:
1. Niat: Arahkan pikiran Anda.
2. Riset: Isi pikiran Anda.
3. Kreasi: Curahkan pikiran Anda.
4. Tulis ulang: Pertajam pikiran Anda.
5. Menguji (testing): Latih pikiran Anda.
Niat: Arahkan pikiran Anda.
Niat
berarti menetapkan tujuan atsau hasil yang diharapkan dari tulisan
tersebut. Buatlah serinci mungkin. Anda bukan sekadar ingin membuat
tulisan buat iklan. Semua orang bisa membikin tulisan iklan. Tetapi Anda
menginginkan tulisan iklan, yang berhasil menarik pembeli, sehingga
terjual barang atau jasa sampai jumlah tertentu.
Riset: Isi pikiran Anda.
Riset
berarti sebelum menulis, Anda harus mempelajari dan memahami betul
barang/jasa yang akan Anda tulis. Anda tentu tak mungkin menulis iklan
tentang mobil Toyota Avanza, sebelum Anda mengetahui spesifikasi Avanza
tersebut, kelebihannya dibandingkan mobil merek lain sejenis, hal-hal
baru yang tak terdapat di mobil merek lain, dan sebagainya. Anda perlu
melihat mobil itu, merasakan bagaimana rasa ketika mengendarainya.
Tokoh
periklanan ternama, David Ogilvy, pernah membuat satu kalimat iklan
yang sangat legendaris, setelah membaca manual mobil yang Akan ia buat
naskah iklannya. Yaitu: “At 60 miles an hour the loudest noise in this
new Rolls-Royce comes from electrick clock.” Dahsyat, bukan?
Kreasi: Curahkan pikiran Anda.
Kreasi
berarti produksi atau menghasilkan suatu produk (tulisan). John Vitale
selalu menulis sebuah naskah secara cepat. Tetapi ingat, naskah itu baru
draft pertama, bukan hasil final. Setelah menulis draft pertama itu,
baru ia membaca ulang dan berusaha menyempurnakannya.
Ide
dasarnya adalah Anda harus menjalankan dua fungsi, yakni sebagai
penulis dan sebagai editor (penyunting). Kedua fungsi itu sama-sama
diperlukan, tetapi Anda tak bisa menjalankan dua fungsi itu pada saat
bersamaan. Jadi, Anda harus memisahkannya. Pertama, Anda berfungsi
sebagai penulis dan mencipta tulisan. Sesudah itu, barulah Anda
berfungsi sebagai editor yang mengoreksi dan merevisi tulisan itu.
Tulis ulang: Pertajam pikiran Anda.
Tulisan
(draft) pertama, itu seumpama intan yang belum diasah. Jika dipaksakan
untuk dijual, harganya masih murah. Untuk membuatnya menjadi bernilai
tinggi, Anda harus mengasahnya, merevisinya, menyempurnakannya.
Penulis
yang sehebat apapun tidak pernah menulis dengan sekali jadi. Sebuah
tulisan bisa mengalami proses revisi atau perubahan di sana-sini, sampai
akhirnya mencapai bentuk akhir yang betul-betul final. Jadi, sebenarnya
tidak ada great writers. Yang ada adalah great rewriters. Cara terbaik
adalah tulislah sampai betul-betul selesai. Kemudian, Anda baca dari
awal dan revisi di sana-sini.
Lebih
bagus lagi, jika Anda bisa menggunakan resep penulis cerita horror
terkenal, Stephen King. Mintalah 10 orang lain (bukan anggota keluarga
Anda) untuk membaca tulisan Anda dan memberi komentar. Lalu, Anda
membuat sejumlah perbaikan setelah mendengar masukan mayoritas. Kalau 8
dari 10 orang yang dimintai komentar mengatakan, tulisan Anda sulit
dimengerti, tampaknya tulisan Anda memang perlu diperbaiki. Tetapi jika
cuma satu orang yang punya komentar berbeda, tak usah risau. Anda tentu
tidak bisa memuaskan semua orang.
Menguji (testing): Latih pikiran Anda.
Menguji
berarti mengakui bahwa Anda belum cukup cerdas untuk mengetahui semua
keinginan orang lain. Anda tak bisa menebak-nebak. Jadi, buatlah tulisan
terbaik, kemudian revisi, perbaiki dan sempurnakan. Lalu, serahkan pada
pasar. Lihatlah, apakah tulisan iklan Anda berhasil menarik orang untuk
membeli produk atau jasa yang ditawarkan.
Selain lima langkah dalam strategi itu, ada sejumlah tip bagi mereka yang mau mempraktikkan hypnotic writing:
Tip I:
Untuk memperoleh efek “hipnotis,” sebuah tulisan perlu memasukkan aspek: punya makna, dapat dimengerti, dan emosional.
Contoh 1:
Sebuah
iklan di majalah berbahasa Italia menawarkan alat masak untuk membuat
pizza. Namun, karena Anda sama sekali tidak paham bahasa Italia, maka
sebagus apapun narasi iklan itu dibuat, tidak akan ada pengaruhnya bagi
Anda.
Contoh 2:
Artikel
di sebuah majalah psikologi, yang ditulis dengan gaya bahasa yang
“datar,” berbunyi kira-kira begini: “Emosi itu sangat penting untuk
disalurkan. Jika kita menahan emosi, hal itu bisa berdampak buruk bagi
kita.” Meskipun kalimat ini mudah dipahami, pilihan kata yang digunakan
kurang menyentuh emosi pembaca.
Bandingkan
dengan narasi seperti di bawah ini, yang dengan sengaja mencoba
menyentil sisi emosional pembaca: “Meredam emosi itu seperti membuat
bom. Jika Anda mengubur emosi, itu seperti menekan bom yang siap
meledak.”
Terasa betul bedanya, bukan?
Tip II:
Hypnotic
writing harus berfokus pada ego dan kepentingan si pembaca, bukan pada
ego dan kepentingan si penulis sendiri. Kecuali kalau Anda cuma mau
menulis buku harian untuk dibaca sendiri.
Contoh :
Seorang
pengusaha, katakanlah bernama Benny, mengirim surat atau tawaran
kerjasama bisnis kepada Anda. Isinya menyebutkan, ia sedang mengalami
kesulitan keuangan. Ia sangat membutuhkan terwujudnya kerjasama bisnis
itu, untuk memperbaiki kondisi keuangannya. Tapi dalam surat itu, Benny
sama sekali tidak menyebut-nyebut prospek keuntungan bisnis yang akan
Anda peroleh.
Lantas
apa reaksi Anda? Tentu saja tawaran Benny itu menjadi sangat tidak
menarik. Si penulis surat itu terlalu asyik dan terfokus pada ego dan
kepentingannya sendiri, dan melupakan kepentingan orang yang dikirimi
surat, yaitu Anda. “Ya, saya paham bahwa saudara Benny memang sedang
susah. Tetapi saya juga punya masalah saya sendiri. Jadi, silahkan cari
saja orang lain yang mau diajak bekerjasama bisnis dengan saudara
Benny.” Begitulah kira-kira reaksi Anda.
Tip III:
Jangan
terobsesi dengan kesempurnaan. Banyak kasus di mana seorang penulis
baru menulis satu paragraf. Kemudian, ia langsung menilai isi paragraf
itu tidak menarik. Paragraf itu dihapus, dan kemudian ia mulai menulis
lagi dari awal. Dan, setiap ia merasa tulisan yang baru separuh atau
sepersepuluh jadi itu tidak bagus, langsung saja tulisan itu ia buang ke
keranjang sampah!
Dengan
cara demikian, tulisannya tentu saja tak pernah selesai tuntas. Maka,
tulislah sampai tuntas, dan baru kemudian Anda merevisi, memperbaiki,
dan menyempurnakan.
Tip IV:
Berilah
suatu pilihan pada pembaca, tetapi pilihan itu harus bersifat win-win
bagi Anda dan pembaca. Pilihan untuk membeli atau tidak membeli,
bukanlah pilihan yang baik (kalau pembaca tidak membeli, berarti kerja
Anda sia-sia).
Berilah
pilihan seperti: “Apakah Anda ingin membeli televisi Samsung ini
sekarang atau nanti?” (Apakah pembaca membeli sekarang atau nanti, dia
tetap membeli produk Anda). Pilihan ini berimplikasi bahwa si pembaca
memang menginginkan produk tersebut, terlepas apakah dia akan membeli
sekarang atau nanti.
Tip V:
Ketika
Anda menulis sebuah naskah iklan, mungkin Anda perlu mengubah persepsi
pembaca agar mereka terbujuk membeli produk atau jasa yang Anda
tawarkan. Ini bukan berarti Anda harus membuat penyataan bohong atau
mengecoh pembaca. Itu tidak etis dan melanggar hukum. Anda bisa mengubah
persepsi pembaca tanpa perlu berbohong. Tetapi ini tergantung pada
bagaimana cara Anda menggambarkan produk yang mau ditawarkan.
Ada beberapa cara:
Pertama,
dengan membuat perbandingan. Teknik ini disebut kontras (contrast).
Misalnya, jika produk yang Anda tawarkan itu cukup mahal, buatlah agar
harga itu seolah-olah kecil dengan membandingkan pada sesuatu yang lebih
mahal. Penjual properti kadang-kadang mengeksploitasi efek kontras ini,
dengan menunjukkan daftar harga sejumlah properti lain yang harganya
berlebihan (overpriced), sebelum akhirnya menunjukkan harga properti
yang betul-betul mau ditawarkan.
Kedua,
dengan mengasosiasikan produk itu dengan sesuatu yang bernilai tinggi.
Biarkan pembaca membayangkan dirinya dengan produk tersebut.
Kalau
Anda menyatakan, Ariel Peterpan memiliki sedan Toyota Yaris berwarna
merah, kenyataannya memang demikian. Anda tidak berbohong atau mengecoh
pembaca. Tetapi, pembaca akan membayangkan, kalau mereka mengendarai
Toyota Yaris berarti mereka sama seperti Ariel Peterpan, seorang artis
kelas atas, atau minimal selera mereka sama dengan selera Ariel
Peterpan.
Bayangkan
kalau Anda mengatakan bahwa warna Toyota Yaris itu mirip warna pispot!
Pispot berasosiasi dengan sesuatu yang jorok, kotor, dan memualkan. Tak
akan ada pembaca yang berpikir untuk membeli mobil yang warnanya seperti
pispot!
thank's